Dasar negara
sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, sebuah negara akan
menjadi seperti kapal tanpa tujuan. Sehingga tidak tahu harus kemana. Tanpa dasar
negara, sebuah negara akan mudah sekali dikalahkan, dijajah, dan dihancurkan. Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena
itu, Pancasila menjadi dasar visi misi dan tujuan bangsa ini dalam bertindak
secara global maupun lokal. Panca sila sebagai dasar negara memiliki sejarah
kelahiran yang menjelaskan alasan-alasan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar
negara.
Pancasila adalah
dasar negara Indonesia yang dapat diartikan sebagai lima dasar terbentuknya
negara. Istilah Pancasila ini termuat dalam Kitab Sutasoma karya Empu Tantular.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang tak lepas dari proses
kemerdekaan Indonesia. Proses itu berlangsung mulai dari sidang BPUPKI sampai
sidang PPKI setelah Indonesia merdeka,
Pada 7 September
1944, pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Untuk
mewujudkan kemerdekaan sehingga Indonesia dapat berdiri sendiri, perlu
ditentukan dasar negara terlebih dahulu. Karena itulah Jepang membentuk suatu
badan yang mengatur persiapan kemerdekaan Indonesia dan bertujuan membahas
hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia, termasuk
menentukan dasar negara. Badan tersebut bernama BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang
Dookoritsu Junbi Coosakai dan diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Terdapat tiga puluh tiga pembicara selama empat hari sidang pertama
BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945) dengan pembahasan mengenai dasar negara.
Tokoh-tokoh yang menyumbangkan pikiran tentang dasar negara pada sidang
tersebut, antara lain:
Ø Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya pada hari pertama sidang BPUPKI beliau mengusulkan
:
1.
Peri
Kebangsaan.
2.
Peri
Kemanusiaan.
3.
Peri
Ketuhanan.
4.
Peri
Kerakyatan.
5.
Kesejahteraan
Rakyat.
Setelah selesai berpidato, Moh. Yamin juga mengusulkan gagasan
tertulis naskah rancangan UUD RI yang tertuang rumusan 5 dasar, yaitu:
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2.
Kebangsaan
Persatuan Indonesia.
3.
Rasa
Kemanusian yang Adil dan Beradab.
4.
Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5.
Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ø Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Beliau mengusulkan 5 teori yaitu :
1.
Negara
individualistik, yaitu negara yang disusun atas dasar kontrak sosial dari
warganya dengan mengutamakan kepentingan individu sebagaimana diajarkan oleh
Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, Hebert Spencer, dan H. J.
Laski.
2.
Negara
golongan (class theori) yang diajarkan Marx, Engels, dan Lenin.
3.
Negara
Integralistik, yaitu negara tidak boleh memihak pada salah satu golongan,
tetapi berdiri di atas semua kepentingan sebagaimana diajarkan oleh Spinoza,
Adam Muller, dan Hegel.
Mr. Soepomo dalam hal ini menyuarakan negara integralistik (negara
persatuan), yaitu negara satu yang berdiri di atas kepentingan semua orang.
Dasar Negara yang diusulkan beliau yaitu :
1.
Paham
Persatuan.
2.
Perhubungan
Negara dan Agama.
3.
Sistem
Badan Permusyawaratan.
4.
Sosialisasi
Negara.
5.
Hubungan
antar Bangsa yang Besifat Asia Timar Raya.
Ø Dr(HC). Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Dalam pidatonya Beliau Berkata, Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
1.
Kebangsaan
Indonesia.
2.
Internasionalisme,
- atau peri-kemanusiaan.
3.
Mufakat,
- atau demukrasi.
4.
Kesejahteraan
sosial.
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa
Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesiahendaknya bertuhan
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al-Masih,
yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha
menjalankanibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap
orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat
hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada
"egoisme-agama". Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang
bertuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen,
dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah
hormat-menghormati satu sama lain.[1]
Setelah melalui proses pembahasan dalam musyawarah, persidangan
BPUPKI mengambil kesepakatan Pancasila sebagai nama dasar negara Indonesia
merdeka. Pada tanggal 1 Juni 1945 inilah kemudian diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Selain sidang BPUPKI, pada hari yang sama juga dibentuk panitia
kecil beranggotakan delapan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Sutardjo, A. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Mr. Moh.
Yamin, dan Mr. A. A. Maramis. Tugas Panitia Delapan ini adalah menerima dan
mengidentifikasi usulan dasar negara dari anggota BPUPKI. Berdasarkan
identifikasi, diketahui ada perbedaan pendapat mengenai usulan tentang dasar
negara. Golongan Islam menghendaki negara dengan dasar syariat Islam, sementara
golongan nasionalis tidak menghendaki usulan tersebut.
Untuk mengantisipasi perbedaan pendapat mengenai usulan dasar
negara, dibentuklah panitia beranggotakan sembilan orang yang berasal dari
golongan Islam dan golongan nasionalis, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Mr. Moh. Yamin, Mr. A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso,
Abdul Kahar Muzakkir, A. Wachid Hasyim, dan H. Agus Salim. Panitia yang disebut
Panitia Sembilan ini diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Sembilan melakukan sidang pertama pada 22 Juni 1945. Sidang
tersebut pada akhirnya menghasilkan kesepakatan dasar negara. Panitia Sembilan
berhasil menyusun naskah yang disebut Rancangan Preambule Hukum Dasar. Mr. Moh.
Yamin mempopulerkan naskah rancangan itu dengan nama Piagam Jakarta yang berisi
rumusan dasar negara yaitu :
1.
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3.
Persatuan
Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wakil rakyat Indonesia dari bagian timur menyatakan keberatan
terhadap sila pertama. Setelah dilakukan sidang bersama wakil-wakil Islam,
disepakati pengubahan sila pertama Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI melakukan persidangan pertama. Hasil
sidang tersebut adalah:
1.
Penetapan
Pembukaan Hukum Dasar (sekarang disebut Pembukaan UUD 1945) yang di dalamnya
memuat rumusan sila Pancasila sebagai dasar negara. Dalam hal ini Pancasila
telah disahkan sebagai dasar negara.
2.
Pemilihan
dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil
Presiden RI yang pertama.[2]
Pancasila
merupakan ideologi negara yang harus dipahami oleh seluruh rakyat indonesia. Dalam
memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi negara, terdapat
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu :
a)
Nilai
Dasar, yaitu hakikat dasar yang terkandung dalam pancasila.
b)
Nilai
Instrumental, yaitu nilai-nilai yang menjelaskan nilai dasar. Memiliki penjabaran
yang bersifat spesifik. Nilai instrumental merupakan pedoman pengamalan
Pancasila.
c)
Nilai
Praktis, yaitu realisasi dari nilai instrumental dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.[3]
Pancasila memiliki 36 butir yang menjabarkan kelima sila dalam
Pancasila, yaitu
I.
SILA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
1.
Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Manusia
Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan
kepercayaan masing-masing atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Mengembangkan
sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.
Membina
kerukunan hidup antar sesama umat agama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
5.
Agama
dan kepercayaan adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan
Yang Maha Esa
6.
Mengembangkan
sikap saling menghormati menjalankan kebebasan beribadah sesuai agama dan
kepercayaan masing-masing.
7.
Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
II.
SILA
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1.
Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.
2.
Mengakui
persamaan derajat, hak dan kewajiban
asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, warna kulit, dan sebagainya.
3.
Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
4.
Mengembangkan
sikap tenggang rasa dan tepa selira.
5.
Mengembangkan
sikap tidak semena-mena kepada orang lain.
6.
Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.
7.
Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.
Berani
membela kebenaran dan keadilan.
9.
Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.
Mengembangkan
sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
III.
SILA
PERSATUAN INDONESIA
1.
Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa dan Negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan .
2.
Sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan negara
3.
Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.
Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.
Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
6.
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhineka
Tunggal Ika.
7.
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
IV.
SILA
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN
PERWAKILAN
1.
Sebagai
warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2.
Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.
Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.
Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7.
Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau
golongan.
8.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat sesuai dengan hati nurani yang jujur.
9.
Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan matabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.
Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
permusyawaratan.\
V.
SILA
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1.
Mengembangkan
perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan susasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2.
Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
3.
Menjaga
keseimbangan atara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati
hak orang lain.
5.
Suka
memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.
Tidak
menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.
7.
Tidak
menggunakan hak milik untuk untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8.
Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau kepentingan umum.
9.
Suka
bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
11.
Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.[4]
[1] Pidato
Dr(HC). Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI. Soekarno, Lahirnja Pantja Sila,
(Jakarta : Departemen Penerangan, 1964), hal.
3
[2]
Departemen penerangan, Risalah Sidang BPUPKI (Jakarta : Departemen
Penerangan, 1947), hal 47
[3] https://www.kitapunya.net/2016/01/nilai-nilai-dasar-dari-pancasila.html
[4] Iwan
Gayo, Buku Pintar Seri Senior(Jakarta : Grasindo, 2008), hal. 652
Post a Comment